Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia sebagai negara net importer minyak mentah diminta agar dapat mengatur strategi yang tepat dalam merespons melonjaknya harga minyak mentah dan dampaknya bagi harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menjelaskan, tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang semakin memanas, berpotensi menyebabkan harga minyak mentah berada di level yang lebih tinggi dari sekarang, yang saat ini sudah menyentuh US$ 105 per barel.
Rusia merupakan negara pemasok 10% minyak dunia, sehingga produksinya sangat menentukan keseimbangan pasokan dan permintaan minyak global.
Menurut Fabby, saat ini memang belum terlihat dampak kenaikan harga minyak pada impor. Paling tidak ini sudah diantisipasi oleh PT Pertamina (Persero) dan penyedia BBM di Indonesia melalui kontrak impor BBM jangka panjang dan pembelian BBM di pasar spot.
"Saya menilai kondisi pasokan BBM dalam negeri masih aman karena Pertamina masih bisa ekspor minyak mentah dari Blok Pangkah ke Thailand," jelas Fabby kepada CNBC Indonesia, Jumat (25/2/2022).
Kendati demikian, Fabby berharap pemerintah terus memantau ketersediaan stok BBM dalam negeri dan mengambil langkah-langkah pengamanan pasokan.
"Pemerintah juga perlu mengendalikan konsumsi dengan memberikan himbauan kepada masyarakat untuk melakukan penghematan BBM dan LPG," ujarnya.
Bahkan, kata Fabby jika diperlukan untuk pengendalian subsidi menyesuaikan harga BBM non subsidi dalam rangka pengendalian konsumsi dan impor.
Fabby berpandangan, agar BBM non subsidi harus disesuaikan secara berkala setiap bulan berdasarkan harga rata-rata di bulan sebelumnya.
"Ini bisa dilakukan badan usaha (Pertamina). Kalau pemerintah mengatur harga BBM subsidi," tuturnya.
Nah, saat ini Pertamina melalui PT Pertamina Patra Niaga terus memantau perkembangan pasar minyak dan gas bumi dunia dan tengah melakukan evaluasi dan berkoordinasi dengan seluruh stakeholder untuk menyesuaikan harga BBM non subsidi.
"Dan kami melakukan kajian, evaluasi serta berkoordinasi dengan seluruh stakeholder terkait rencana penetapan harga jual eceran BBM Non Subsidi yang comply terhadap regulasi Kepmen ESDM No 62 Tahun 2020," jelas Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting kepada CNBC Indonesia.
Evaluasi dan kajian yang sesuai aturan terhadap harga BBM non subsidi itu, kata Irto, supaya bisa tetap menjaga kondisi pasar yang seimbang dalam menyikapi kondisi pasar serta kemampuan keuangan perusahaan dalam rangka memastikan jaminan suplai BBM kepada masyarakat.
Seperti yang diketahui, pada 12 Februari 2022 kemarin, terdapat kenaikan harga bagi tiga jenis BBM non subsidi yang dijual oleh Pertama. Diantaranya adalah Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite.
Adapun rata-rata kenaikan harga berkisar antara Rp 1.500 - Rp 2.650 dari harga sebelumnya. Namun, tiap provinsi juga memiliki harganya masing-masing.
[Gambas:Video CNBC]
(pgr/pgr)
Harga Melejit, Pemerintah Diminta Kendalikan Konsumsi BBM - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment