Jakarta, CNBC Indonesia - Harga perak dunia melandai setelah naik 6% dalam dua pekan terakhir. Meski demikian peluang harga perak untuk naik masih terbuka. Sebab dolar Amerika Serikat (AS) dalam tren bearish.
Pada Senin (30/5/2022) pukul 16:30 WIB harga perak dunia di pasar spot tercatat US$ 22,05/ons, turun 0,22% dibandingkan harga penutupan akhir pekan lalu.
Dollar Index yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, melemah 0,14% ke level 101,521 pada perdagangan kemarin. Turun dari posisi puncak tertinggi sejak 2002 di 104,851.
Ini jadi katalis positif bagi perak yang dibanderol dengan dolar AS karena membuatnya lebih murah bagi pemegang mata uang lain.Saat harga murah, permintaan akan naik. Harga pun mengikuti.
Risalah pertemuan bank sentral AS (Federal Reserves/The Fed) yang dirilis pekan lalu mengenai kenaikan suku bunganya jadi penopang. Risalah ini sejalan dengan ekspektasi pasar sebesar 50 basis poin
"Ekspektasi inflasi AS telah turun, sehingga berkontribusi pada memudarnya ekspektasi untuk pengetatan Fed, yang telah membebani dolar," kata Shinichiro Kadota, ahli strategi senior FX di Barclays dalam Tokyo.
Pasca rilis notula tersebut, pasar kini melihat di akhir tahun suku bunga The Fed berada 2,5-2,75%. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, probabilitasnya sebesar 57,7%, padahal pada pekan lalu ekspektasi suku bunga di 2,75-3% menjadi yang tertinggi probabiitasnya.
Harga perak juga didukung oleh meningkatnya kekhawatiran akan resesi ekonomi AS. Perak berfungsi sebagai lindung nilai (hedging) untuk melindungi aset saat inflasi dan ketidakpastian ekonomi menggerus nilainya. Sehingga permintaan meningkat.
Inflasi terus memanas akibat kendala rantai pasokan dan harga komoditas dunia. Namun, di sisi lain angka klaim pengangguran meningkat.
Inflasi AS masih berkutat di level tertinggi dalam 40 tahun. Pada bulan April, inflasi AS sebesar 8,3%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Selamat Tahun Baru! Perak Kasih Kado Nih...
(ras/ras)
Harga Naik 6%, Perak Rehat Dulu - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment