JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perdagangan tengah menggodok harga acuan ayam hidup melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020.
Harga acuan tersebut perlu diatur lantaran harganya bergerak dinamis mengikuti perkembangan biaya produksi.
Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan, revisi peraturan mengantisipasi kenaikan biaya produksi.
Baca juga: Marak, Ayam Kampung 'Tidak Asli' Beredar di Pasaran
“Sebagai salah satu upaya stabilisasi harga komoditi barang kebutuhan pokok, saat ini Kemendag sedang merevisi Permendag 07/2020 tentang Harga Acuan dengan memperhitungkan biaya input yang bersifat dinamis dengan menggunakan koefisien dan konstanta,” kata Isy Karim dalam siaran pers, Kamis (1/7/2021).
Isy menuturkan, revisi permendag menetapkan rumus harga acuan yang berbasis harga input, serta menetapkan koefisien masing-masing komoditi barang kebutuhan pokok.
Adapun harga acuan merupakan tingkat harga wajar dengan mempertimbangkan struktur biaya produksi dan distribusi, termasuk keuntungan masing-masing pelaku usaha.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
"Harga acuan menjadi indikator pemerintah dalam rangka menjaga stabilitas harga barang kebutuhan pokok," beber dia.
Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Makmun mengatakan, naiknya harga ayam hidup juga terjadi lantaran harga bahan pakan seperti jagung sempat naik hingga Rp 6.000/kilogram.
Padahal, harga acuan pemerintah yang paling tinggi adalah Rp 3.150/kg untuk kadar air 15 persen atau paling rendah Rp 2.500/kg untuk kadar air 35 persen di tingkat petani.
Melambungnya harga jagung ini turut menyebabkan harga pakan terkerek naik dari Rp 6.974/kg pada awal tahun menjadi Rp 7.379 per Mei 2021. Bahkan mencapai Rp 8.000/kg pada Juni 2021.
"Akibat kenaikan ini, pelaku usaha dan industri peternakan unggas merasakan dampak signifikan dari meningkatnya biaya pembelian bahan baku dan harga pokok produksi (HPP) ayam hidup," tuturnya.
Baca juga: Risau Peternak Lokal dengan Serbuan Impor Ayam dari Negeri Samba
Untuk mengantisipasi lonjakan harga jagung, pihaknya sudah melakukan impor gandum yang bisa digunakan sebagai substitusi jagung untuk bahan pakan ternak.
Menurut Makmun, pemerintah belum membuka impor jagung karena harganya yang masih tinggi di pasar internasional.
"Ketika harga kedelai dan jagung melonjak, perusahaan pakan ternak dan para peternak menjerit, khususnya peternak unggas," sebut Makmun.
Adapun dalam 10 tahun terakhir, terjadi kenaikan produksi jagung. Hal ini tidak terlepas dari tumbuhnya sentra-sentra produksi jagung baru di luar Pulau Jawa.
Di Pulau Sumatera misalnya, sentra jagung tumbuh dari 23,46 persen tahun 2010 menjadi 27,33 persen di tahun 2020. Sementara Pulau Sulawesi tumbuh dari 15,08 persen tahun 2010 menjadi 19,83 persen tahun 2020.
Dari 87 pabrik pakan yang ada, sebanyak 63 pabrik pakan atau 72,41 persen berada di Pulau Jawa.
Kemendag Godok Harga Acuan Ayam Hidup - Kompas.com - Kompas.com
Read More
No comments:
Post a Comment