Bisnis.com, JAKARTA – Langkah pemerintah mengendalikan harga dan pasokan minyak goreng melalui larangan ekspor minyak goreng dan CPO dinilai tidak akan serta merta menurunkan harga di pasar dalam negeri.
Pakar pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan pasar memerlukan waktu untuk merespons kebijakan tersebut.
"Kalaupun akan turun, mungkin beberapa pekan setelah Idulfitri. Sebab, menjelang Idulfitri produksi sudah slow down dan pabrik sudah mempersiapkan sebelumnya," ujar Khudori, Minggu (24/4/2022).
Menurutnya, penurunan harga juga bergantung kepada harga bahan baku yang niscaya merefleksikan harga minyak goreng di pasaran.
Berdasarkan pantauan di sejumlah pasar, harga minyak goreng sawit bersubsidi tetap tinggi karena besarnya disparitas harga dengan minyak goreng nonsubsidi.
Harga rata-rata minyak goreng curah secara nasional cenderung masih tinggi, sekitar Rp17.000 per liter. Adapun, berdasarkan data info pangan Jakarta, harga minyak goreng curah Rp19.200 per liter.
Di global, harga CPO dan minyak nabati lainnya makin membubung karena pasokan makin ketat jika Indonesia melarang ekspor CPO. Indonesia selama ini memasok sekitar 30,5 juta ton CPO atau sekitar 35,6 persen minyak nabati global.
Selain itu, pengiriman CPO ke pabrik refinery diperkirakan akan lambat. Sebab, penyerapan CPO dalam negeri ditujukan untuk berbagai olahan sekitar 35-36 persen.
"Kalau ekspor disetop, pasti dalam negeri tidak akan mampu menampung kelebihannya," jelas Khudory.
Dia memprediksi kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan CPO tidak akan berlangsung lama. Sebab, kerugian ekonominya dinilai signifikan mengingat lebih dari 60 persen pasar ekspor komoditas tersebut hilang.
"Sepertinya kebijakan ini tidak akan lama. Saya kira pemerintah setelah keputusan ini akan berhitung dan produsen tahu ini tidak akan lama," jelasnya.
Larangan Ekspor Minyak Goreng dan CPO, Stabilisasi Harga Berhasil? - Bisnis.com
Read More
No comments:
Post a Comment